Oleh : Yusuf Sofyan
I. LATAR BELAKANG
Otonomi Daerah, suatu kata yang sangatlah populer sekarang ini, dua suku kata yang berdampak sangat besar dalam pola kehidupan pemerintahan di daerah. Otonomi daerah yang telah lama diidamkan oleh daerah seakan menjadikan harapan yang sangat besar bagi pemerintah daerah untuk mulai dapat mengatur dan mengelola sumber daya daerahnya yang selama masa orde baru telah dikekang melalui aturan dan pengawasan yang tersentral yang justru bagi beberapa daerah tertentu kondisi semacam itu dianggap sebagai pemerasan sumber kekayaan daerah untuk kepentingan pemerintah pusat. Akan tetapi betulkah setiap daerah selalu menyambut hangat datangnya otonomi daerah tersebut ? yang berarti pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerahnya sendiri, disatu pihak kemandirian dan kewenangan daerah diberikan sangat besar, akan tetapi dipihak lain sumber pendapatan daerah terbatas. Sebagai Administrator penuh, Tentu saja dibutuhkan kreativitas bagi daerah masing-masing, agar pengelolaan daerahnya lebih terfokus dan berhasil guna, sesuai dengan sasaran. Kreativitas diperlukan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada dalam kepentingan melaksanakan prinsip otonimi daerah secara tepat sasaran (Rini Suwandi, Media Indonesia, 8 Mei 2000). Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 seakan menjadi jawaban tentang keinginan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya secara mandiri/otonom.
Pelaksanaan otonomi daerah, membawa konsekwensi baru pada keuangan daerah, pendapatan daerah yang sebelumnya lebih banyak dikirim ke Pemerintah Pusat, kini porsinya lebih banyak masuk ke kas daerah, akan tetapi bagi daerah yang sumber daya minim juga berdampak terhadap pendapatan yang selama ini biaya pembangunannya disubsidi oleh pemerintah pusat. Dampak dari diberlakukannya kedua undang-undang tersebut diatas terhadap pengelolaan pemerintah daerah yaitu bahwa pemerintah daerah harus lebih bersikap profesional dalam pengelolaan daerahnya. Sudah saatnya daerah dikelola seperti sebuah perusahaan yang harus mampu menghidupi kebutuhannya sendiri dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakatnya melalui pembangunan yang langsung maupun tidak langsung dapat dinikmati oleh masyarakat. Upaya-upaya untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) harus segera difikirkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah
Perusahaan Daerah, merupakan salah satu dari sumber pendapatan asli daerah sudah saatnya mulai difikirkan sebagai suatu bagian yang sangat penting dalam menyumbang pendapatan daerah. Perusahaan daerah inilah yang nantinya merupakan salah satu profit center bagi pemerintah daerah dan keberadaannya sebagai jantung bagi penggerak kegiatan di segala sektor yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Untuk itu pengelolaan Perusahaan Daerah haruslah sangat profesional, dengan memisahkan pengelolaan pemerintah daerah dengan pengelolaan perusahaan daerah agar lebih profesional dan tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan aparat pemerintah apalagi sebagai bagian dari kepentingan politik pihak-pihak tertentu.
II. PERMASALAHAN
Dari latar belakang tersebut diatas, permasalahan yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah adalah usaha pemerintah daerah untuk lebih menggali potensi daerah sebagai konsekwensi diberlakukannya otonomi daerah. Dari beberapa sumber pendapatan asli daerah, sumber pendapatan yang berasal dari Perusahaan Daerah perlu mendapatkan perhatian khusus. Perusahaan daerah yang selama ini dipandang sebelah mata karena tidak mampu menyumbang PAD yang cukup sebetulnya disebabkan kerana kurangnya profesionalisme pengelolaan usaha serta banyaknya campur tangan pihak eksekutif yang penuh dengan kepentingan-kepentingan didalamnya.
Dari pantauan awal, dapat dirinci beberapa kelemahan *) dari sistem pengelolaan Perusahaan Daerah selama ini antara lain :
Lemahnya bentuk Badan Usaha (PD) yang sudah tidak relevan dengan perkembangan dunia usaha dewasa ini.
Tidak didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional, kebanyakan manajemen perusahaan daerah dipegang oleh Pegawai pemerintah, Pensiunan ABRI, yang kemampuannya dalam mengelola perusahaan belum teruji.
Lemahnya Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi pada kebanyakan perusahaan daerah. Sistem dan etos kerja Perusahaan daerah biasanya mengikuti sistem yang ada di pemerintahan yang secara umum sangat lemah.
Lemahnya Pengendalian Intern di beberapa perusahaan daerah, akibat dari kelemahan sistem informasi manajemen dan akuntansi diatas.
Lemahnya permodalan akibat dari lemahnya kemampuan perusahaan daerah dalam penyediaan modal. Beberapa perusahaan daerah justru terlilit hutang luar negeri yang justru menambah beban perusahaan.
III. HOLDING COMPANY SEBAGAI ALTERNATIP DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME PERUSAHAAN DAERAH
Untuk memecahkan permasalahan dan meminimalkan kelemahan sistem pengelolaan perusahaan daerah tersebut diatas, maka perlu dicarikan jalan pemecahannya. Salah satu pemecahan masalah tersebut melului pembentukan holding company yang diharapkan akan mampu merubah pola manajemen dan sistem operasional perusahaan daerah sehingga lebih profesional.
1. Pengertian Holding Company
Penggabungan badan usaha adalah usaha untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis. Mengadakan penggabungan badan usaha atau External Business Expansion merupakan alasan pemilik perusahaan untuk lebih mengembangkan usahanya dimasa yang akan datang dalam rangka mempersiapkan perusahaan dalam posisi yang berdaya saing yang kuat. Suatu perusahaan melakukan pengabungan sumber-sumber ekonomis yang dimiliki oleh perusahaan lainnya.
Penggabungan badan usaha dalam bentuk Holding Company pada umumnya merupakan cara yang dianggap lebih menguntungkan, dibanding dengan cara memperluas perusahaan dengan cara ekpansi investasi. Karena dengan pengabungan perusahaan ini akan diperoleh kepastian mengenai :
Daerah pemasaran, sumber bahan baku atau penghematan biaya melalui penggunaan fasilitas dan sarana yang lebih ekonomis dan efisien (Hadori yunus;1990).
Holding Company dimulai sejak tahun 1889, Ketika Nem Jersey menjadi Negara Bagian pertama yang memberlakukan Undang-undang yang mengijikkan pembentukan perusahaan dengan tujuan utamanya memiliki saham perusahaan lain. Menurut Bringham & Houston (2001; 413) Holding company adalah Korporasi yang memiliki Saham biasa perusahaan lain dalam jumlah yang cukup sehingga dapat menggendalikan perusahaan tersebu Hadori Yunus (1990) mendefinisikan Holding company sebagai suatu perusahaan yang dibentuk dengan tujuan khusus untuk memiliki saham-saham dan mengendalikan operasi perusahaan lain. Sumber pendapatan utama bagi Holding Company adalah pendapatan deviden dari saham-saham yang dimilikinya. Akan tetapi suatu holding company bisa saja mempunyai usaha sendiri disamping memiliki saham di beberapa perusahaan lainnya, atau biasa disebut dengan “Operating Holding Company”
Sedangkan perusahaan-perusahaan yang manajemen dan operasionalnya dikendalikan oleh perusahaan induk disebut dengan sebagai Perusahaan Anak (Subsidiary Company). Hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak disebut Hubungan Affiliasi.
2. Kekuatan & kelemahan Holding Company
Banyak keunggulan dan kelemahan holding company adalah identik dengan setiap organisasi berskala besar. Apakah perusahaan itu ditata berdasarkan divisi atau dengan cabang-cabang yang dipertahankan sebagai perusahaan terpisah tidak mempengaruhi alasan dasar untuk menjalankan operasi multi produk dan multi pabrik bersekala besar. Akan tetapi seperti yang akan kita lihat nanti, penggunaan holding company untuk mengendalikan operasi bersekala besar mempunyai sejumlah keunggulan dan kelemahan yang nyata.
Bringham & Houston (2001) menguraikan lebih jauh tentang keunggulan dan kelemahan suatu Holding Company sebagai berikut :
Keunggulan Holding Company :
a) Pengendalian dengan kepemilikan sebagian. Melalui operasi holding company, sebuah perusahaan dapat membeli 5, 10, atau 50% saham perusahaan lain. Kepemilikan sebagian (Fractional ownership) tersebut mungkin sudah mencukupi untuk dapat mengendalikan secara efektif operasi perusahaan yang sahamnya dibeli. Pengendalian kerja sering memerlukan pemilikan saham biasa lebih dari 25 %. Akan tetapi kepemilikan tersebut bisa saja hanya 10%. Seorang ahli keuangan menyatakan bahwa sikap manajemenlebih penting daripada jumlah saham yang dimiliki : “Jika manajemen berpendapat bahwa Anda dapat mengendalikan perusahaan tersebut, maka Andalah yang mengendalikan”. Selain itu, pengendalian berdasar marjin yang sangat kecil dapat dipertahankan melalui hubungan dengan pemegang saham yang besar diluar kelompok holding company bersangkutan.
b) Pemisahan Resiko. Karena berbagai perusahaan operasi (operating company) dalam sistem holding company merupakan badan hukum terpisah, maka kewajiban dalam setiap unit terpisah dari setiap unit lainnya. Karena iitu kerugian fatal yang yang dialami suatu unit holding company tidak bisa dibebankan sebagai klaim atas aktiva unit lainnya. Akan tetapi meskipun gambaran umumnya demikian, namun hal itu tidak selalu berlaku. Pertama, Perusahaan induk (Parent company) mungkin saja merasa wajib untuk menyelesaikan utang anak perusahaan, meskipun secara hukum tidak terikat untuk itu, demi menjaga nama baik dan mempertahankan para pelanggan.
Kelemahan Holding Company :
a) Pajak berganda parsial. Apabila holding company memiliki sekurang-kurangnya 80 % saham anak perusahaan yang mempunyai hak suara, maka peraturan pajak Amerika Serikat memperbolehkan penyerahan surat pemberitahuan pajak terkonsolidasi, yang berarti bahwa yang diterima perusahaan induk tidak kena pajak. Akan tetapi, jika kepemilikan saham kurang dari 80%, maka surat pemberitahuan pajak tidak dapat dikonsolidasikan. Perusahaan yang memiliki lebih dari 20% tetapi kurang dari 80% dividen yang diterima, sedang perusahaan yang memiliki kurang dari 20% hanya dapat mengurangkan 70% dari dividen yang diterima. Pengenaan pajak berganda parsial ini sedikit banyak mengurangi keunggulan holding company yang dapat mengendalikan anak perusahaan dengan kepemilikan terbatas, tetapi apakah denda pajak tersebut lebih besar dari keunggulan holding company lainnya merupakan masalah yang harus ditentukan kasus per kasus.
b) Mudah dipaksa untuk melepas saham. Relatip mudah untuk menuntut dilepaskannya anak perusahaan dari holding company apabila kepemilikan saham itu ternyata melanggar Undang-undang antitrust. Namun, Jika keterpaduan operasi sudah terjadi akan jauh lebih sulit untuk memisahkan kedua perusahaan tersebut setelah bertahun-tahun menjalin hubungan, yang berarti bahwa kemungkinan divestitur secara paksa akan diperkecil.
Sedangkan menurut yusuf sofyan (majalah PELUANG; edisi Maret 2002) Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari adanya penggabungan perusahaan melalui Holding Company adalah sebagai berikut :
a) Dengan Holding Company, perusahaan daerah dapat diatur dengan sistem yang seragam dan pengendalian terpusat yang berada di kantor perusahaan Induk.
b) Kantor pusat bertanggung jawab terhadap pembinaan, penyediaan perangkat sistem, perangkat hukum, penelitian dan pengembangan, penyediaan modal kerja dan SDM dll. Kepada perusahaan anak.
c) Unit usaha dipimpin oleh Direktur anak perusahaan yang bertanggung terhadap pelaksanaan kegiatan operasional, proses produksi dan pemasaran dan kegiatan-kegiatan rutin yang hanya terkait dengan kegiatan dalam unit usaha yang dikelolanya.
d) Sistem Informasi manajemen dan keuangan ditetapkan secara seragam dan tetap memperhatikan karekteristik usaha masing-masing perusahaan anak, hal tersebut menimbulkan adanya standar sistem pengendalian intern yang baik, komite audit intern dapat dibentuk di perusahaan Induk.
e) Sistem yang sama tersebut sekaligus dapat dipakai sebagai tolak ukur penilaian kinerja manajer perusahaan anak, sehingga dapat memacu adanya persaingan yang sehat diantara anak perusahaan. Khususnya dalam pencapaian laba, dan sebagai dasar promosi jabatan.
3. Terjadinya penggabungan melalui Holding Company
Penggabungan usaha melalui holding company dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan hukum, perpajakan atau alasan lainnya seperti pertimbangan kepentingan dan strategi bisnis. Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau pembelian aktiva netto suatu perusahaan. Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan penerbitan saham atau dengan penyerahan kas, aktiva setara kas atau aktiva lainnya. Transaksi dapatterjadi antar pemegang saham perusahaan yang bergabung atau antara suatu perusahaan dengan pemegang saham perusahaan lain. Penggabungan usaha dapat berupa pembentukan suatu badan usaha baru (New enterprise) untuk mengendalikan perusahaan yang bergabung, pengalihan aktiva neto dari satu auat lebih badan usaha yang bergabung kepada badan usaha lain ataupembubaran satu atau lebih badan usaha yang bergabung. Apabila substansi dari transaksi konsisten dengan definisi penggabungan usaha dalam pernyataan ini, maka perlakuan akuntansinya harus mengacu pada pernyataan ini, terlepas dari bentuk hukum yang dipilih dalam melakukan penggabungan usaha.
Penggabungan usaha dapat menyebabkan timbulnya hubungan induk dengan anak perusahaan. Dalam keadaan demikian perusahaan induk menerapkan pernyataan ini dalam laporan keuangan konsolidasinya. Kepemilikannya pada perusahaan anak dicatat sebagai investasi (penyertaan) pada perusahaan anak.
Penggabungan usaha melalui holding company depat mengakibatkan terjadinya legal merger. Suatu legal merger biasanya merupakan merger dua badan usaha mellalui salah satu cara berikut :
a) Aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan.
b) Aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan.
Seringkali legal mergerterjadi dalam rangka restrukturisasi atau reorganisasi dari suatu group.
Beberapa kejadian yang dapat mengakibatkan terjadinya penggabungan perusahaan antara lain :
Akuisisi (Acquisition)
Pada dasarnya , pada semua perusahaan yang bergabung membentuk holding company, salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh kendali atas perusahaan lain. Pengendalian (control) diasumsikan diperoleh apabila salah satu perusahan yang bergabung memperoleh lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain, kecuali apabila dapat dibuktikan sebaliknya bahwa tidak terdapat pengendalian walaupun pemilikan lebih dari 50%. Meskipun salah satu dari perusahaan yang bergabung tidak memiliki lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain, perusahaan pengakuisisi mungkin tetap dapat diidentifikasi apabila salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh :
a) Kekuasaan (power) lebih 50% hak suara atas prusahaan yang lain tersebut berdasarkan perjanjian dengan investor lain.
b) Kekuasaan (power) untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan lain tersebut berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian.
c) Kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan sebagian besar anggota pengurus perusahaan yang lain tersebut.
d) Kekuasaan untuk mendapatkan hak suara mayoritas dalam rapat direksi perusahaan yang lain tersebut.
Reverse Acquisition
Kadangkala suatu perusahaan memperoleh saham perusahaan lain, akan tetapi sebagian bagian dari suatu transaksi pertukaran, perusahaan tersebut mengeluarkan sahamnya yang berhak suara (voting shares) dalam jumlah tertentu sehingga menyebabkan pengendalian perusahaan atas perusahaan gabungan beralih ke pemegang saham perusahaan yang sahamnya telah di akuisisi. Akuisisi ini disebut reserve acquisition. Meskipun secara formal perusahaan yang mengeluarkan sahamnya itu dapat disebut sebagai induk perusahaan, akan tetapi perusahaan yang pemegang sahamnya sekarang mengendalikan perusahaan gabungan adalah perusahaan pengakuisisi yang menikmati hak suara tersebut atau kekuasaan lainnya.
Penyatuan Kepentingan (Uniting of Interest)
Dalam keadaan tertentu, mungkin sulit sekali mengidentifikasi pengakuisisi. Tidak adapihak dominan yang timbul dari penggabungan tersebut, akan tetapi para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama mengendalikan seluruh (atau secara efektif seluruh) aktiva netto dan operasi. Disamping itu, manajemen perusahaan-perusahaan yang bergabung menjadi bagian dari manajemen perusahaan gabungan. Akibatnya, para pemegang s perusahaan yang digabung bersama-sama berbagi resiko dan manfaat atas perusahaan gabungan tersebut. Penggabungan usaha demikian diperlakukan sebagai penyatuan kepentingan (Uniting of Interest).
Pembagian bersama risiko dan manfaat yang seimbang biasanya tidak mungkin tanpa adanya pertukaran hak suara yang seimbang antar perusahaan-perusahaan yang bergabung. Pertukaran tersebut menjamin bahwa porsi pemilikan perusahaan yang bergabung, dan juga resiko serta manfaat pada perusahaan gabungan dapat dipertahankan dan wewenang keduanya dalam pengambilan keputusan tetap terlindungi.
Untuk mencapai pembagian resiko dan manfaat secara seimbang antar perusahaan yang bergabung maka :
a) Mayoritas dari saham berhak suara perusahaan yang bergabung dipertukarkan atau digabungkan.
b) Nilai wajar suatu perusahaan tidak berbeda secara signifikan dengan nilai wajar perusahaan lainnya.
c) Para pemegang saham setiap perusahaan tetap mempertahankan hak suara dan kepemilikan yang seimbang dalam perusahaan gabungan, relatip sama dengan sebelum perusahaan bergabung.
4. Pertimbangan Perpajakan dalam pembentukan Holding Company.
Atas dasar bahwa terdapat alasan ekonomis yang baik untuk melakukan pembentukan sebuah holding company baik melalui pembelian (akuisisi), pembentukan perusahaan baru maupun marger, adalah penting bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi memahami sejelas-jelasnya pengaruh perpajakan dari cara melakukan transaksi tersebut.
Peraturan perundang-undangan selalu berubah sekian banyaknya, sehingga tidak ada gunanya membahas konsekuensi-konsekuensi pajak dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang ini, yang mungkin tidak berlaku lagi dimasa yang akan datang. Akan tetapi harus diakui bahwa pengaruh pajak dari suatu transaksi mungkin memerlukan penyesuaian pada harga jual.
Masalah konsekuensi perpajakan jelas menarik perhatian langsung dari para pemegang saham yang menjual perusahaannya. Secara umum, suatu keuntungan atau kerugian modal bagi para pemegang saham ini diakui pada saat telah terimanya saham mereka jika terjadi salah satu dari :
a) Harga beli telah dibayar penuh secara tunai
b) Telah diterimauang muka, dan saldony akan dibayar tunai melalui suatu periode waktu
c) Pengeluaran sebagian melalui kas dan sebagian dengan saham
5. Alasan pembentukan Holding Company pada Perusahaan Daerah
Setelah memahami beberapa latar belakang dan permasalahan serta dasar teori mengenai holding company, maka ada beberapa alasan mengapa usulan pembentukan holding company pada perusahaan derah dirasa sangat mendesak :
a) Perlunya Diversifikasi untuk pertumbuhan
b) Perluasan, penyempurnaan atau komplementasi lini produk
c) Mendapatkan kemampuan riset dan pengembangan yang baik dan komprehensip.
d) Integrasi, sehingga mendapatkan penawaran yang cukup dari bahan baku atau suku cadang yang kritis.
e) Memperbaiki kinerja manajemen dengan dibentuknya Manajemen Informasi system yang terpusat.
f) Meningkatkan system kontrol yang baik dan handal.
g) Mencapai keuntungan perpajakan, hukum dll.
h) Menaikkan nilai pasar saham
i) Memperbaiki citra dan reputasi perusahaan serta peningkatan pelayanan kepada pelanggan.
Untuk itu perlu kiranya dirumuskan program-program suatu pembentukan holding compani perusahaan daerah yang antara lain :
a) Merumuskan tujuan-tujuan Perusahaan untuk perkembangan jangka panjang. Rencana-rencana harus memuah hal-hal yang spesifik untuk mencakup proyeksi pertumbuhan selama 5 atau 10 tahun kedepan.
b) Mengembangkan suatu program dan dadual untuk pencapaian tujuan.
c) Menyediaan tenaga ahli yangterkoordinir dan efektif untuk meneliti dan mengavaluasi rencana dan prospek.
d) Menetapkan spesifikasi yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang akan digabungkan.
e) Memperoleh kemampuan untuk menganalisa secara kritis sebuah perusahaan dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain.
6. Holding Company dapat meningkatkan profesionalisme usaha
Daribeberapa keunggulan suatu holding company dibandingkan dengan perusahaan mandiri, jelas sudah bahwasanya Perusahaan daerah yang dengan segala keterbatasan dan kelemahan budayanya akan mampu ditingkatkan kinerjanya melalui suatu pembentukan holding company. Perusahaan-perusahaan dibawah kepemilikan Pemerintah Daerah yang begitu banyaknya harus segera dikelola secara profesional. Holding company akan memberikan suatu sistem pengelolaan perusahaan melalui manajemen yang baik dengan tingkat pengendalian (Control) yang handal dan komprehensip, memungkinkan para manajer di setiap perusahaan anak akan dapat bekerja secara optimal. Dan sistem penilaian kinerja yang obyektip antar perusahaan anak akan memunculkan sikap saling berkompetisi secara sehat. Melalui perencanaan yang baik, akan dievaluasi terlebih dahuli perusahaan-perusahaan yang feasible dan mempunyai prospek usaha yang baik atau perusahaan-perusahaan yang mampu mendukung unit usaha lainnya dalam penyediaan bahan baku yang murah dan berkualitas. Perusahaan-perusahaan pilihan inlah yang nantinya sebagai perusahaan anak dalam mendukung sebuah usaha secara gabungan (holding).
IV. SIMPULAN
Pada era otonomi daerah yang diperluas, menuntut Pemerintah Daerah untuk berfikir dalam memenuhi kebutuhan pendanaan baik rutin maupun Biaya pembangunannya dari kemampuan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD). Setiap Pemerintah daerah pada dasarnya mempunyai banyak potensi, salah satunya adalah Perusahaan Daerah yang keberadaannya saat ini masih dipandang sebelah mata, yang kadang-kadang malah dianggap sebagai beban bagi Pemerintah Daerah.
Pembentukan Holding Company untuk perusahaan daerah sebagai jawaban atas kelemahan-kelemahan pengelolaan usaha yang selama ini telah berjalan. Dengan holding company maka perusahaan daerah akan dikelola secara profesional dengan tingkat perencanaan, pengendalian dan evaluasi yang bagus. Adanya istilah perusahaan anak yang merupakan suatu unit-unit usaha terpisah akan mengakibatkan adanya kompetisi anatara masing-masing anak perusahaan untuk mendapatkan penilaian kinerja yang baik.
Ada berbagai kemungkinan dibentuknya suatu holding company, yaitu dapat melalui pembelian perusahaan (akuisisi), Penyatuan kepentingan (uniting of interest) atau melalui pembentukan perusahaan yang baru.
Diharapkan holding compani pada perusahaan daerah dapat menjawab permasalahan-permasalah yang kerap muncul khususnya berkaitan dengan lemahnya kemampuan menghasilkan laba pada perusahaan daerah. Akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah kesiapan mental Sumber Daya Manusia di Daerah dalam menjalankan sebuah perusahaan yang berbentuk Holding Company ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aries Hanggoro & Erwin S.Q Haripramono; Kumpulan Peraturan tentang Otonomi Daerah; Pradnya Paramita Jakarta; Th. 2000
2. Brigham & Houston; Majemen Keuangan, Buku II; Edisi Kedelapan; Erlangga Surabaya; Th. 2001.
3. Hadori Yunus; Akuntansi Keuangan Lanjutan; BPFE Yogyakarta; 1990
4. Heckert, Controllership, Willson Campbell, 1986
5. Ikatan akuntan Indonesia; Standar Akuntansi Keuangan; Penerbit Salemba Empat; Tahun 1995.
6. Weston & Copeland; Manajemen Keuangan Jilid II; Penerbit Erlangga Jakarta; Tahun 1992
7. Yusuf Sofyan, Majalah Peluang, Pemda Kab Malang; Maret 2002
8. ____________, Peraturan Pemerintah No. 27 Th. 1998, Tgl. 24 FEBRUARI 1998, Tentang “PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS”
Selasa, Maret 18, 2008
HOLDING COMPANY PADA PERUSAHAAN DAERAH UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALISME USAHA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
Label:
Artikel Manajemen Strategik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
..... (Pengunjung Pertama)
Artikelnya bagus..
Trus semangat bikin artikel...
Jangan lupa juga, Tesisnya segera di selesaikan...
Bravo
SAYA BUTUH INFO-INFO AUDIT DANA PILKADA. aRTIKEL DIATAS SANGAT BAGUS DAPAT DIGUNAKAN pEMERINTAH DAERAH UNTUK BAHAN PERTIMBANGAN..... SAYA TUNGGU ARTIKEL-2 LAINNYA.....
Posting Komentar