Minggu, November 25, 2012

MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM TIDAK PIDANA KORUPSI

MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM TIDAK PIDANA KORUPSI
oleh : Yusuf Sofyan
(disampaikan dalam pelatihan Penyidik TIPIKOR Polda Jatim 2011)

Arti Kerugian Negara
Menurut UU No. 1tahun 2004  tentang perbendaharaan Negara, pada pasal 1 ayat (2) berbunyi :
Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan  uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat  perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Menurut UU No. 31 tahun 1999  tentang Tindak Pidana Korupsi,    
Kerugian Negara menurutPasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 tahun 1999  sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001  adalah : “ Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

Theodorus M. Tuanakota merumuskan  setidaknya ada  5 konsep atau metode penghitungan kerugian negara, antara lain :
  1. Kerugian Keseluruhan (total loss) dengan beberapa penyesuaian
  2. Selisih antara harga kontrak dengan harga pokok pembelian atau harga pokok produksi
  3. Selisih antara harga kontrak dengan harga atau nilai pembanding tertentu
  4. Penerimaan yang menjadi hak negara tapi tidak disetorkan ke kas negara
  5. pengeluaran yang tidak sesuai dengan anggaran, digunakan untuk kepentingan pribadi atau pihak-pihak tertentu.

Selama ini belum ada pembakuan maupun rumusan yang bisa dipakai dalam  menghitung kerugian negara,  pembakuan atas cara menghitung kerugian negara menurut pendapat kami akan menghilangkan unsur flesibilitas dan menghilangkan  pemikiran kreatip para akuntan, mengingat modus  dalam tindak pidana korupsi yang melibatkan kerugian negara semakin berkembang dan bervariasi.
Menurut  Theodorus M. Tuanakota, Kerugian Negara dapat dipetakan dalam Pohon Kerugian Negara atau disebut R.E.A.L Tree yang berisikan  cabang kerugian negara berkenaan dengan  Receipt (penerimaan, Expenditure (Pengeluaran), Asset (Aset/kekayaan), Liability (Kewajiban)


Modus  Kerugian Negara menurut pohon kerugian negara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
A.     KERUGIAN NEGARA BERKENAAN DENGAN ASET
1.      Pengadaan Barang Dan Jasa
Bentuk kerugian Negara dari aktifitas pengadaan barang dan jasa adalah :
    • Markup untuk barang yang spesifikasinya sudah sesuai dengan dokumen tender, kualitas dan kuantitasnya sudah benar, akan tetapi harganya lebih mahal dibandingkan nilai wajar.
    • Harga yang lebih mahal dikarenakan  kualitas barang yang dipasok dibawah persyaratan atau kuantitasnya kurang tidak sesuai dengan kontrak.
    • Syarat penyerahan barang lebih istimewa. Penyerahan fleksible sehingga ada kerugian bunga.
    • Kombinasi dari ketiganya.
2.      Pelepasan Aset
Modus yang biasa terjadi untuk kegiatan pelepasan aset adalah :

    • Penjualan aset yang didasarkan atas nilai buku dalam laporan keuangan yang sudah diaudit. Konsep penetapan dengan menggunakan nilai buku justru menyesatkan karena nilai buku merupakan nilai perolehan aset dikurangi akumulasi penyusutan, sementara metode penyusutan yang digunakan dan sesuai dengan standar akuntansi adalah bentuk kesepakatan manajemen seperti metode garis lurus atau saldo menurun.

    • Penjualan tanah dan bangunan “diatur” melalui NJOP dari hasil kolusi dengan dengan pejabat terkait. NJOP dipakai sebagai pembenaran nilai jual tanah dan bangunan yang seakan-akan telah dilakukan dengan due proces.
    • Tukar guling (ruislag) tanah dan bangunan milik negara dengan tanah/bangunan atau aset lain. Oleh karena aset ditukar dengan aset, maka potensi ketidak samaan nilai pertukaran (exchange value) menjadi besar, dan susah untuk diukur.
    • Pelepasan hak negara untuk menagih. Seringkali negara mempunyai hak tagih dari sebuah perikatan dengan pihak lain atau karena dari hasil putusan pengadilan/lembaga lain atau suatu tagihan yang harus diterma. Akan tetapi terkadang dengan kewenangananya seorang pejabat mengabaikan atau bahkan menghilangkan hak tagih tersebut. Kerugian atas hak tagih tersebut tidak hanya sebesat tottal loss akan tetapi bisa juga ditambah dengan nilai denda atau bunga.
3.      Pemanfaatan aset.
Yaitu dengan cara pemanfaatan aset milik pemerintah, BUMN, BUMD atau lembaga negara lainnya yang tidak produktip yang disebabkan karena salah beli atau salah urus. Aset-aset tersebut dimanfaatkan oleh pihak ketiga akan tetapi tidak dengan cara beli akan tetapi dengan cara menyewa atau kerjasama operasi atau kemitraan strategis dll. Potensi kerugian negara bisa terjadi saat pengelolaan aset tersebut tidak memberikan pendapatan yang diharapkan karena alasan kerugian dalam kegiatan usaha. Bahkan Negara ikut dalam menanggung kerugian dalam kerjasama operasi, atau bahkan berpotensi untuk kehilangan aset karena turut dijadikan jaminan kepada pihak ketiga. 

4.      Penempatan Aset
Tidak jarang perusahaan BUMN/BUMD yang merasa kelebihan dana akan menempatkan dananya pada proyek investasi yang terkadang tidak pernah dihitung antara reward dan risk nya, dan bahkan kegiatan itu sengaja dilakukan untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Seperti  penempatan dana ke dalam pembentukan anak perusahaan baru atau kepada penyertaan saham  ke perusahaan lainnya. Penyelewengan dapat terjadi saat penyertaan tersebut ternyata diberikan kepada sebuah usaha yang jelas-2  tidak sesuai dengan core bisnisnya. Cara ini paling banyak disukai, karena apabila dana tidak kembali mereka bisa berdalih  tidak merugikan negara karena itu merupakan business loss.

5.      Kredit Macet
Kredit yang diberikan oleh BUMN/BUMD dengan melanggar rambu-rambu yang berpotensi  untuk tidak kembali (macet) atau praktek dalam pemberian dana bergulir untuk UMKM yang sarat dengan kolusi dan tidak  melalui prosedur yang benar sehingga dana bergulir tersebut macet.

B.     KERUGIAN NEGARA BERKENAAN DENGAN KEWAJIBAN
Kerugian negara yang berkaitan dengan kewajiban dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut : 
1.      Perikatan Pejabat Negara / BUMN yang dapat menimbulkan kewajiban nyata. Biasanya ini bisa terjadi karena timbulnya sebuah transaksi fiktip atau transaksi titipan yang menimbuklan tagihan yang harus dibayar sebesar pokok dan bunganya. 
2.      Kewajiban tersembunyi, yaitu pejabat akan menyembunyikan biaya-biaya ilegal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kedalan kewajiban (hutang) tahun berjalan yang belum jatuh tempo kepada pihak yang masih berafiliasi, hal tersebut akan dapat diketahui pada saat kewajiban tersebut dilakukan audit.

C.    KERUGIAN NEGARA BERKENAAN DENGAN PENERIMAAN
Penerimaan merupakan bagian dari Laporan Realisasi angaran yang sarat dengan potensi  penyelewengan antara lain : 
  1. Wajib bayar tidak disetorkan ke kas negara atao penyetorannya sangat terlambat. 
  2. Penerimaan negara tidak disetor secara penuh, karena  terdapat dua aturan yang dipakai atau menggunakan sistem tarip atas dan tarip bawah. (ontoh kasus pada kedutaan RI di Malaysia atas biaya pengurusan dokumen keimigrasian) 
  3. Penyimpangan akibat adanya pengurangan/dispensasi oleh pejabat yang berwenang.

D.     KERUGIAN NEGARA BERKENAAN DENGAN PENGELUARAN
Kerugian Negara yang berkenaan dengan kegiatan transaksi pengeluaran dapat terjadi karena : 
  1. Kegiatan fiktif, bisa terjadi pada seorang bendahara dengan pertanggungjawaban bon-bon fiktif atau kegiatan pryoyek abal-abal yang telah diprogramkan dalam  anggaran, biaya dikeluarkan  tetapi tidak pernah ada kegiatan. 
  2. Pengeluaran doble, seperti pengeluaran  untuk kegiatan yang sama telah dianggarkan dan dikeluarkan oleh instansi/departeman lain tetapi juga dikeluarkan oleh departemen yang bersangkutan. Contoh pengeluaran untuk keamanan Pemilu. 
  3. Pengeluaran resmi, akan tetapi dilakukan dengan cepat, misalnya pembayaran kepada kontraktor sebelum pekerjaan selesai.

POLA PENGHITUNGAN KERUGIAN NEGARA
Dalam menghitung kerugian negara, seorang akuntan tidak hanya menggunakan metode-metode akuntansi sesuai dengan standar akuntansi, akan tetapi dituntut untuk menggunakan kreativitas dan pendekatan-pendekatan yang wajar  yang dapat dipertanggungjawabkan. Terkadang penggunaan metode akuntansi sesuai standar akuntansi akan dirasa tidak cocok (contoh : metode penyusutan).
1.    Kerugian Total
Dalam metode ini seluruh jumlah jumlah yang dibayarkan dinyatakan sebagai kerugian keuangan negara.
Sebagai contoh 1 : sebuah kasus yang melibatkan sebuah depertemen dalam pengadaan Barang dengan cara import yang  di negara asalnya sudah tidak diproduksi lagi baik barang maupun suku cadangnya. Dalam menghitung kerugian negara keseluruhan  biaya yang dikeluarkan untuk pembelian tersebut dihitung sebagai kerugian negara, tanpa memperhitungkan nilai jual kembali barang tersebut.
Contoh 2  : kerugian negara yang timbul akibat adanya penerimaan negara yang  tidak disetor, kasus ini terjadi pada KBRI di Malaysia, yaitu adanya penerapan tarip ganda bagi WNI yang mengurus surat2 di KBRI yang pada akhirnya diketahui sebagian dari  pendapatan tersebut tidak disetorkan ke kas negara.
2.    Kerugian  Total dengan penyesuaian
Dalam metode ini jumlah kerugian negara dihitung dari nilai uang yang diselewengkan atau  uang yang telah dibelanjakan ditambah dengan penyesuaian keatas biaya-biaya yang  masih harus dikeluarkan.
Contoh : adanya kasus pembangunan sebuah jembatan yang pengerjaannya  tidak sesuai dengan gambar teknis sehingga menurut penelitian Jembatan tersebut sangat membahahayakan sehingga harus  dirobohkan, atas kasus tersebut kerugian negara adalah sejumlah nilai pengadaan jembatan ditambah dengan biaya pembongkaran dan pembersihan lokasi.
Contoh 2 : suatu pembangunan  Gedung atau jembatan yang dibuat tidak sesuai spesifikasi tektis, akan tetapi gedung / jembatan tersebut tidak perlu dibongkar dan masih bisa dipergunakan  secara aman apabila dilakukan perawatan atau perbaikan.
Maka kerugian negara yang dapat dihutung adalah dengan membandingkan  selisih antara nilai realisasi (dalam kontrak) dengan nilai sebenarnya sesuai spesifikasi (yang diselewengkan) ditambah dengan biaya-biaya yang diperlukan untuk merawat / memperbaiki gedung/jembatan sehingga keamanan  terpenuhi.

3.    Kerugian Bersih (Net Loss)
Yaitu metode perhitungan kerugian negara menggunakan kerugian total dengan penyesuaian kebawah.
Contoh : Berdasarkan kasus pada kerugian total diatas, akan tetapi barang yang dibeli tersebut masih mempunyai nilai dan dapat dijual untuk mengurangi kerugian negara. Tentunya diperlukan tenaga ahli sesuai bidangnya untuk menilai barang tersebut  serta biaya-biaya yang diperlukan dalam rangka penjualan.
4.    Harga Wajar
Harga wajar adalah harga yang sebenarnya sesuai dengan mekanisme pasar, atau harga barang pesanan sesuai dengan nilai Harga pokok ditambah keuntungan. Akan tetapi tidak semua barang dapat dengan mudah dihitung harga wajarnya.
Banyak kasus-kasus korupsi yang ada di Indonesia yang muncul akibat dari  transaksi yang menggunakan harga tidak wajar.
Dalam menghitung kerugian negara, harga wajar akan dipakai sebagai pembanding dengan harga realisasi. Kerugian negara adalah selisih dari harga wajarnya dengan harga realisasi.
  • Dalam pengadaan barang , kerugian dihitung dari selisih antara harga wajar dengan harga realisasi 
  • Dalam pelepasan aset berupa penjualan tunai, kerugian dihitung dari selisih antara harga wajar dengan harga yang diterima 
  • Dalam pelepasan aset berupa tukar guling (ruislag), kerugian negara merupakan selisih  antara harga wajar dengan harga pertukaran (exchange value). Metode ini juga digunakan untuk semua pertukaran barang dengan barang lain atau pertukaran barang dengan jasa.
Pembandingan harus dilakukan dengan dua atau lebih barang yang sama sehingga pembandingannya sah (apples – to – apples  comparison)
Kalau penyidik dapat membuktikan bahwa harga dalam transaksi “Tidak Wajar”, maka akuntan forensik akan menghitung berapa harga wajarnya, dan itu bukan pekerjaan yang mudah.
Penentuan Harga wajar  Akan sangat bergantung pada ada tidaknya pembanding dari barang yang dinilai, harga pembanding ini harus sama atau mendekati harga wajar tersebut. Untuk itu harga pembanding harus memenuhi unsur  arm’s lenght transaction  
arm’s lenght transaction  digunakan di pemerintah Amerika serikat untuk menentukan nilai wajar, jika kriteria arm’s lenght transaction   tidak terpenuhi maka harga barang tersebut adalah harga yang tidak wajar.
Kriteria arm’s lenght transaction   antara lain :
    1. Transaksi tidak dilakukan dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa (Sedarah semenda, perusahaan dalam afiliasi, pihak yang mempunyai kepentingan modal dll)
    2. Mewakili kepentingan terbaik
    3. Dalam kondisi nilai pasar yang wajar
    4. Dilakukan dengan niat atau itikat yang baik.  Kalau suatu pengadaan barang dan jasa dalam perencanaan dan prosesnya sudah terindikasi adanya kecurangan, maka dikatakan pengadaan tersebut telah dipenuhi niat yang tidak baik.
    5. Dalam perjalanan bisnis yang normal. Yaitu tidak dalam kondisi adanya monopoli atau adanya tata niaga yang mengarah kepada praktik persaingan yang tidak sehat.
    6. Pihak-pihak yang terkait mempunyai kepentingan yang independen.

5.    Harga Pokok
Selain harga pembanding dengan menggunakan apples-to-apples comparison, perhitungan kerugian negara dapat menggunakan pembanding Harga Pokok (HP) atau Harga Perkiraan Sendiri (HPS), akan tetapi cara pembandingan ini dinilai tidak fair, karena Harga pokok bukanlah harga jual, masih harus ditambah taksiran prosentase keuntungan yang diharapkan. Sementara keuntungan yang diharapkan akan sangat berbeda antara barang satu dengan barang yang lain antara pengusaha satu dengan pengusaha lain dan sangat dipengaruhi juga oleh kondisi pasar.

6.    Oportunity Cost
Cara penghitungan kerugian negara ini yaitu dengan membandingkan harga realisasi dengan harga taksiran, yaitu nilai pasar sekarang ditambah  dengan biaya kesempatan yang kemungkinan dapat diterima (oportunity cost)
Contoh : Suatu kasus  pelepasan asset yang  diduga  mengandung unsur tindak pidana korupsi karena prosesnya yang tidak sesuai prosedur. Seorang pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelepasan aset tanah dan bangunan negara telah menjual kepada seseorang dengan harga pasar pada saat itu. Akan tetapi  penjualan aset tersebut tidak didasari oleh suatu alasan yang tepat mengapa aset tersebut dijual, dan mengapa set tersebut yang dipilih.  Ternyata meskipun aset tersebut dijual  sesuai dengan harga pasar saat itu, diketahui bahwa disekitar aset tersebut tahun depan akan dibangun  Mall terpadu yang perijinannya telah disetujui  juga oleh pejabat yang bertanggung jawab dalam pelepasan aset tersebut.  Pejabat dan pengusaha sadar dan tau bahwa tanah tersebut di tahun depan harganya akan melonjak 2x lipat. 
Dengan melihat Perhitungan kerugian negara dalam kasus tersebut dapat diukur dengan membandingkan  nilai realisasi dengan taksiran nilai dimasa yang akan datang apabila Mall telah dibangun...... tentunya untuk menentukan taksiran nilai dimasa yang akan datang tidaklah mudah. Yang dapat dilakukan dan dianggap paling sederhana adalah dengan membuat nilai kenaikan tanah rata-rata disekitar Mall dari kasus-kasus pembangunan mall di daerah lain.... sebakin banyak angaka pembanding  yang akan dibuat rata-rata maka akan lebih akurat nilai taksirannya.

SEKIAN TERIMA KASIH


2 komentar:

Iwan-nugroho mengatakan...

mantaap pak yusuf

YUSUF SOFYAN mengatakan...

Thanks P. Iwan..

GRATIS PENYIMPANAN FILE DI INTERNET